MotoGP bukan hanya soal Valentino Rossi


bloggp04

Selalu menarik membaca debat kusir di milis manapun yang isinya adalah sekumpulan penggemar/fans/penikmat atau apapun namanya yang berhubungan dengan olahraga. Bisa soal sepakbola, basket, balap motor, balap mobil, tapi yang pasti bukan balap karung. Satu hal paling atas yang bisa saya sebut soal ke engganan saya masuk ke milis/forum -salah satunya- fans sepakbola adalah seringnya ‘teriakan’ terlalu bangga pada tim sendiri dan menjelek-jelekkan tim lain atas nama fanatisme (berlebihan).

Saya menggemari Manchester United sejak era Eric Cantona masuk ke lapangan paska hukuman tendangan kung fu nya. Saat itu King Eric sukses menenggelamkan Liverfool. Seiring berjalannya waktu muncul sosok David Beckham, pewaris no 7 di Istana Impian. Saking kagumnya -bukan saking ngefans nya-, saya sampai harus berburu buku Beckham : My World sekedar untuk mengisi rak buku saya di rumah. Belum lagi buku-buku impor sejarah berdirinya Manchester United, sejarah Treble Winner hingga buku bulanan MU. Hingga kini pun saya tetap mendukung tim MU, sampai saya harus menyematkan nama Rooney di tengah nama anak kedua saya. Nama si kecil kelahiran 22 Juni 2010 adalah Ayesha Rooney Andriyani.

Tapi saya tidak menganggap diri saya fans MU, melainkan hanya sekedar mendukung. Apa bedanya ? Jika ditanya sejarah atau pernak-pernik lain saya yakin saya kalah jauh dengan the real MU fans. Tapi apakah itu takarannya untuk mengukur kekaguman seseorang terhadap apa yang dia kagumi. Saya rasa tidak.

bloggp01

Kini soal Valentino Rossi di balap MotoGP. Salah satu cara untuk mengikuti eksistensi VR saya lakukan dengan bergabung dengan salah satu milis MotoGP -bukan milis balap lho-. VR sendiri sudah saya ikuti kiprahnya sejak ada di kelas 250cc. Tahun berapa ? Coba googling lagi sejarah VR di pentas MotoGP. VR sendiri adalah sosok penerus yang saya kagumi sejak era Doohan berhenti. Dulu saat pertama kali lihat balapan ini adalah saat Mick Doohan doyan jalan sendirian di depan dan jadi penguasa kelas paling tinggi MotoGP. Lepas MD cedera dan pensiun dini tentunya saya harus memalingkan dukungan ke sosok baru. Dulu ada nama Norifumi Abe, gampang dikenal dengan gaya kepala mendongak saat balapan plus rambut panjangnya yang berkibar. Ironis NA kini telah tiada akibat kecelakaan di jalan raya.

Siapa lagi yang harus saya dukung ? Ada sosok centil di balapan, dan saat dia menang ada saja semacam pertunjukkan yang mampu membuat penonton bertahan di depan tv hanya untuk sekedar menikmati selebrasi uniknya. Namanya Valentino Rossi. Entah berapa banyak macam selebrasi yang dilakukan VR. Selain selebrasi unik muncul juga fenomena kemunculan livery helm fantastis yang selalu berubah sesuai event atau kejadian yang tengah berjalan. Sosok VR ini lah yang mendominasi balapan hingga saat ini meski di beberapa tahun terakhir nama pembalap lain mampu menggoyang dominasi VR, tercatat nama Nicky Hayden plus Casey Stoner. Kini pemilik nomor favorit saya -27 dan 69 (27 adalah tanggal kelahiran saya dan 69 adalah posisi terbaik untuk ???) – bergabung dalam satu tim, Ducati Marlboro Team.

bloggp02

bloggp03

Tapi VR eksis terlalu kuat. Sejak lepas dari Honda dan pindah ke Yamaha saya melepas dukungan untuk VR. Entah kenapa saya selalu tidak suka dengan eksistensi pabrikan bernama Yamaha. Mungkin dari aktifitas bermotor saya plus kedekatan personal dengan pabrikan domestik Honda disini. Maaf VR kini anda butuh penantang lain di lintasan balap.

VR tetaplah seorang legenda yang harus diakui oleh semua penikmat balap. Dengan konsistensi penampilan yang apik membuat para pesaing terus berlomba merubuhkan dominasi seorang VR. Sampai akhirnya VR dikalahkan oleh dirinya sendiri akibat kecelakaan di Mugello.

Tapi pentas balap bukan hanya soal VR seorang. Tanpa dirinya sebenarnya balapan tetap berjalan apik. Tentu jika anda penikmat balap, bukan penikmat VR. Di lintasan penonton tetap disuguhi pesta adu kecepatan, adu manuver, adu nyali hingga adu keberuntungan. Saya yang kini mendukung tim merah Ducati tampaknya harus legowo melihat Ducati saat ini sudah adu sama kencang dengan pabrikan lain. Di sinilah dituntut semua keahlian pembalap. Mumpung tidak ada VR, kini saat nya semua melaju ke depan berebut podium. Saya tidak menganggap balapan tanpa VR adalah sayur tanpa garam. Balapan adalah balapan.

Apa inti dari tulisan saya pagi ini ? Menjadi seorang penikmat olahraga tidak dibutuhkan sifat berlebihan dalam memberikan dukungan. Jagoan tentunya ada saat naik dan saat turun. Valentino Rossi sebagai ikon utama pentas balap MotoGP memang belum tergantikan. Tapi dengan usianya yang mendekati masa pensiun dan bersenang-senang tentunya seorang fans VR sekalipun harus bersiap mencari idola lain yang harus di support. Apakah nanti jika balap MotoGP tidak lagi di isi nama VR maka anda berhenti menonton balap ? Maka anda bukanlah penikmat sejati balapan.

*lagi  meringis menatapi kepulangan tim Inggris setelah di kepruk Jerman :p, dukungan ku tetap untukmu the Three Lions.

**sumber gambar googling dengan keyword VR, CS dan NH


About this entry